Monday, June 30, 2014

Pisang Ijo Kuliner Ramadhan, Mau?

Hari ini adalah hari ketiga puasa Ramadhan versi pemerintah. Muhammadiyah hari keempat, jamaah An-Nadzir Gowa hari kelima. Tak masalah puasa hari keberapa, bukankah perbedaan adalah rahmat? Kami sekeluarga ikut pemerintah. Tak perlu repot dan ragu, semua punya dalil kuat yang menjadi pegangan masing-masing. Yang pastinya, puasa Ramadhan adalah wajib bagi muslim yang beriman dan mencukupi syarat sahnya puasa. Tidak makan dan tidak minum adalah manifestasi dari ketaatan berpuasa yang menjadi standar wajib melaksanakan puasa ataukah tidak. Karena makan-minum bisa diukur oleh pribadi masing-masing. Soal nafsu yang lain termasuk syahwat dan amarah, hanya Tuhan yang tahu. Jadi, sudah pasti tidak berpuasa atau batal puasa bagi yang makan minum di siang hari.

Karena tidak boleh makan dan minum, maka segala sesuatu yang menyangkut kuliner sebisa mungkin untuk dihindari. Mendekatinya tidak jadi soal, halal asal tidak dicicipi. Walaupun terlalu dekat dengannya dapat dianggap memakruhkan puasa. Tapi bagaimana dengan hukum memamerkan makanan kepada orang yang berpuasa? Sebagaimana kita ketahui bersama, teknologi informasi dalam hal ini media sosial memudahkan penggunanya menyebarkan informasi apapun ke jagad maya, termasuk foto pribadi makanan-minuman. Apakah berdosa bagi mereka yang mengapdet foto kuliner di media sosial saat orang lain atau malah dia sendiri sedang melaksanakan puasa? Entahlah dengan hubungannya dengan Tuhan, yang jelas mungkin dianggap tidak manusiawi. Coba bayangkan saja jika ada tetangga yang kelaparan belum makan tapi kita sendiri berkecukupan bahkan sangat kenyang memamerkan makanan dan perut kita yang buncit tepat dihadapan wajah tetangga tersebut? Bisa-bisa kita dianggap melanggar HAM. Mungkin demikian hukumnya memamerkan foto makanan di siang hari saat bulan puasa.

Ah sudahlah, saya tak dapat menahan nafsu memposting sesuatu di blog ini termasuk memamerkan foto pisang ijo, hasil buka puasa hari pertama kemarin dulu. Pisang ijo ini adalah kuliner takjil buka puasa favorit di Makassar. Maafkan saya, daripada posting tidak jelas soal pilpres yang bisa saja menjerumuskan ke dalam kubangan kampanye hitam, mending posting tentang makanan. Semoga tidak menjadi makruh puasa anda yang melihatnya di siang hari. Mau?

Saturday, June 21, 2014

Demam Bola Ala Kadarnya

Gelaran piala dunia Brasil 2014 sudah dimulai sejak seminggu yang lalu. Banyak penikmat sepakbola yang menderita demam karenanya. Demam piala dunia, demam bola. Syukurlah saya tidak demam-demam amat berhubung keterbatasan dalam menonton: tak berdaya melawan kantuk dan siaran tv kabel diacak.

Setiap hari, pertandingan berlangsung pada jam 12 tengah malam, jam 3 subuh, dan jam 6 pagi waktu Indonesia Tengah, waktu yang paling nyaman untuk tidur. Pastinya ada saja penikmat sepakbola yang tidak melewatkan satu pertandinganpun, 64 pertandingan sejak fase grup hingga partai final dilahap habis. Alasannya, gelaran piala dunia tidak tiap tahun ada, hanya sekali dalam 4 tahun, tak apalah begadang tiap hari. Sebagai penikmat sepakbola kasta kesekian, saya lebih baik tidur daripada menahan kantuk sambil nonton bola. Selalu saja saya ketiduran jika dalam kondisi mengantuk nonton bola. Jadinya pertandingan tidak utuh ditonton, paling hanya nonton beberapa menit awal babak pertama, jeda turun minum, dan pertengahan babak kedua. Selebihnya, dibuai mimpi, tv yang menonton saya. Lagian, kalau saya ngotot nonton penuh, bisa-bisa kondisi badan menurun karena kelelahan yang berujung pada gejala demam dan jatuh sakit. Mending tidur. 

Soal tv kabel yang diacak, memang demikian. Untunglah beberapa tv kabel lokal cerdik memanjakan pelanggannya. Jika TVONE dan ANTV sebagai pemegang hak siar tidak membiarkan siarannya dinikmati pengguna tv kabel dan tv berlangganan, operator tv kabel mencarikan siaran dari luar negeri. Jadilah saya nonton bola tahun ini dari ASTRO tv dan CCTV. Kadang juga lewat streaming VIVALL jika sedang sial hanya mendapat wifi gratisan. Ah sudahlah, malam ini pertandingan kurang seru dan hanya mengandalkan streaming, mending tidur daripada demam. Bagi yang demam, silahkan melanjutkan demamnya. Piala dunia hanya sekali dalam 4 tahun, nikmatilah.

Wednesday, June 18, 2014

Belajar Fotografi Ala Kadarnya



Ada kamera SLR tapi jarang digunakan, untuk apa? Padahal memilikinya setengah mampus, pakai dicicil setengah tahun dengan kartu kredit pula. Daripada mubazir, kamera ini harus digunakan, bagaimanapun caranya! Jadi tukang foto keliling bolehlah, ikut lomba foto boleh jugalah. Tapi, membuat foto yang bagus tidak semudah menekan tombol shutter. Foto yang dihasilkan apabila tidak ingin dinikmati sendiri dan ingin dibagikan pada orang lain haruslah foto yang baik, indah, dan minimal tidak merusak mata penikmatnya. Butuh waktu luang dan keberuntungan untuk menghasilkan gambar foto yang bagus, dan "menghasilkan uang" hanyalah efek sampingnya.

Kemudahan seseorang memiliki kamera, baik kamera digital maupun sekedar kamera ponsel membuat gambar berhamburan dimana-mana, termasuk di dunia maya. Sekarang, tak perlu menyewa tukang foto untuk mengabadikan momen penting seperti pernikahan, cukup kamera biasa atau malah kamera ponsel dan jadilah momen pernikahan dapat diabadikan. Yang jelas terabadikan, bukan? Perkara bagus atau tidak bagus itu urusan kesekian. Mudahnya lagi, terkadang bagus tidaknya sebuah foto berbanding lurus dengan teknologi yang digunakan. Contoh, semakin canggih kamera, semakin fokus gambar yang dihasilkannya, semakin tajam hasil fotonya. Dan belajar fotografi menjadi semakin mudah dengan kamera yang mumpuni.

Mau menjadi fotografer profesional? Harus fokus dan meninggalkan kerjaan utama. Fotografer sekelas om Arbain Rambey tidak serta-merta menjadi fotografer profesional dalam waktu sekejap. Butuh waktu yang tidak singkat dan belajar terus menerus, bukan hanya "nyambi" jadi fotografer keliling. Kalau sekedar hobi, untuk apa mempersulit diri jika ada teknologi yang memudahkan. Cukuplah ilmu fotografi seperti segitiga Exposure (ISO, Aperture, dan Shutter Speed) sedikit saja dipelajari dan disimpan rapat dalam kepala. Karena kenyataan di lapangan berbeda jauh. Untuk menghasilkan foto yang tajam dan fokus, lebih mudah dan dengan hasil yang baik dengan format OTOMATIS. Sekarang ini untuk menghasilkan foto yang menarik cukuplah dengan ragam eksperimen posisi sudut pengambilan foto. Kecuali mau bereksperimen dengan mode MANUAL dengan waktu hunting foto yang berlimpah, silahkan saja. Jadi tips belajar fotografi ala kadarnya kali ini adalah cintailah kameramu, foto apa saja didepanmu dengan berbagai posisi, dan berbahagialah.

Saturday, June 14, 2014

Mie KQ5, Mau?

Pas lapar, pas perut diisi dengan kuliner enak. Mie KQ5, berdiri di bilangan jl Hertasning Makassar, depan RS Grestelina. Konon dirintis oleh Wong Solo Group yang telah kesohor dengan menu ayam penyet dan ayam bakarnya. Dan ini adalah cabang ketiganya setelah Medan dan Jakarta. Rasanya? Lumayanlah.... Harganya? Lumayanlah... Mau?

Tuesday, June 10, 2014

Berkebun dan Beternak Ala Kadarnya

Hayday...

Saya lagi membayangkan setiap akhir pekan dihabiskan dengan berkebun. Menanam jagung, labu, tebu, hingga padi dan buah-buahan. Ada saatnya memanen hasil kebun, kemudian menikmatinya bersama keluarga, sisanya dijual di pasar. Di samping kebun ada ternak peliharaan seperti sapi, kambing, dan ayam. Mengumpulkan telur ayam dan memerah susu sapi adalah kerjaan sambilan. Sungguh nikmat, mungkin inilah bayangan surga. Bukankah tafsir surga adalah kebun-kebun yang terhampar luas yang dipenuhi buah-buahan di dalamnya? Tapi itu hanya bayangan saja. Kenyataannya berkata lain, sekarang ini lahan untuk berkebun dan beternak sudah sangat mahal. Berkebun di zaman digital online adalah sesuatu yang mahal istimewa, hanya bisa dirasakan orang-orang berpunya. Beda dizaman kakek-nenek dulu, almarhum kakek dan nenek bahkan adalah seorang petani. Entahlah jika beliau bahagia jadi seorang petani atau tidak.

Namun teknologi berkembang pesat. Sensasi berkebun sekarang bisa dirasakan dalam permainan online, demi mewujudkan impian manusia untuk berkebun dan bercocok tanam. Hayday. Memang jauh berbeda dengan dunia nyata. Tapi tak perlu capek-capek menanam dan memanen, cukup mainkan jempol dengan menghabiskan waktu dan quota internet. Setelah kecanduan Farmville di Facebook beberapa tahun lalu, kali ini saya kecanduan Hayday. Berkebun di Hayday sangat mudah, tinggal memainkan jempol dan jadilah impian kita berkebun di dunia maya. Bahkan, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di dunia nyata seperti beternak babi ---yang jorok, kotor, rakus, dan haram itu--- wajib dilakukan di Hayday tanpa khawatir berdosa.
Sayangnya, Hayday mesti saya tinggalkan. Belum cukup dua pekan, Hayday saya sudah level 20. Takut semakin terjerumus dalam candu yang jadi penyebab tak ada pekerjaan nyata yang selesai. Istri, anak, dan pekerjaan bisa terbengkalai. Selain itu, Hayday tak bisa dimainkan secara offline membuat quota internet dan batere ponsel cepat habis. Sebelum jauh berhubungan dengan babi-babi itu, saya hentikan sekarang saja. Selamat tinggal Hayday, maaf dan terima kasih.

Monday, June 9, 2014

Calon Presiden Pilihan Istri



Pilpres 2014 tepat sebulan lagi. Dan saya dipusingkan memilih antara dua pilihan, Prabowo atau Jokowi? Sebenarnya tidak sulit, tinggal datang ke TPS lalu mencoblos salah satunya. Pun kalau pusing, coblos dua-duanya. Biar tidak pusing, saya punya kriteria khusus memilih presiden. Beberapa petunjuk memilih pemimpin yang baik adalah 1. Pilih yang beriman 2. Pilih yang jujur 3. Pilih yang ikhlas bekerja 4. Pilih yang cerdas 5. Pilih yang tegas dan kuat 6. Pilih yang tampan 7. Pilih yang gaul dan tidak sombong 8. Pilih yang berpengalaman. Tapi sepertinya semuanya sulit diukur dengan objektif, selain itu tak ada calon presiden yang mempunyai semua kriteria di atas. Tak ada presiden yang sempurna, bukan? Tapi sepertinya hati lebih sreg ke Pasangan Capres nomor urut 2, Jokowi-JK. Bukan karena Jokowi nya, tapi pak JK nya. Pertimbangannya adalah sekampung, cerdas, dan berpengalaman. Selain itu, saya tidak sreg ke Pasangan Capres nomor urut 1, Prabowo-Hatta. Bukan karena Prabowo nya, tapi pak Hatta nya. Tidak ada pertimbangan khusus, persoalan perasaan saja. Tapi pilihan harus dijatuhkan pada salah satunya. Kalau tak ada pilihan ideal, minimal Capres-Cawapres tidak melakukan kesalahan parah di masa lalu. Kita dihadapkan pilihan “memilih yang terbaik diantara yang terburuk”. Jokowi atau Prabowo? kontestasi pilpres bukan bicara seorang tokoh ‘layak’ atau ‘tidak layak’ sebagai capres, tetapi apakah seorang tokoh ‘lebih layak’ atau ‘kurang layak’ dibandingkan yang lain. Lalu siapakah yang lebih layak?


Prabowo Subianto. Beliau adalah tentara yang hebat di zamannya. Negara aman terkendali di bawah komandonya. Rakyat aman tentram, mahasiswa diajak bersahabat olehnya, tidak diculik apalagi dibunuh. Beliau juga negarawan sejati. Tidak ada cerita beliau lari dari medan pertempuran apalagi bersembunyi di Negara lain, Yordania contohnya. Beliau pun dipastikan sangat kuat dan tegas dalam memerintah. Tak ada ibu Negara yang merecoki tugas pemerintah, apalagi sekadar bermain Instagram. Joko Widodo. Beliau adalah mantan walikota Solo, sekarang masih aktif jadi Gubernur Jakarta. Belum cukup dua tahun menjabat, Jokowi nyapres atas desakan Megawati. Belum ada apa-apa yang diperbuatnya untuk Jakarta. Jakarta masih banjir dan macet ---warisan jaman batu--- tanpa ada yang diperbuatnya. Bahkan dia tertidur pulas di rumahnya saat warganya terendam banjir. Waduk Pluit pun dibiarkannya kumuh dan jorok. Begitupula Tanah Abang, semrawut dan dipenuhi preman. Satu kelebihannya, beliau orang yang tampan. Jusuf Kalla. Beliau adalah pengusaha sukses, pernah menjabat jadi wapresnya SBY. Apa yang diperbuat di zamannya? Ongkang-ongkang kaki. Aceh, Ambon, Poso dibiarkannya kacau balau. Tak ada pemikiran inovatif dari beliau tentang alih energi dari BBM ke gas. Lihatlah minyak tanah sekarang masih dipakai memasak di dapur. Hatta Rajasa. Beliau adalah pakar pemerintahan yang sukses. Saat menjabat menteri perhubungan, tidak ada kecelakaan pesawat, kapal laut, dan kereta api yang merenggut nyawa rakyat. Anaknyapun dididiknya dengan penuh tanggung jawab, sekolah baik-baik di luar negeri demi pulang membangun negaranya kelak. Saat menjabat menko perekonomian, harga sembako turun drastis dan terjangkau masyarakat. 

Tapi istri berkata lain, dia memilih Prabowo menjadi presidennya. Mungkin Prabowolah sosok paling tampan edisi pilpres kali ini. Saya hanya mampu mengamininya, walaupun pahit rasanya. Polemik seperti ini lazim terjadi pada sebuah keluarga. Suami lain pilihannya, Istri juga lain, tergantung subjektifitas pribadi masing-masing. Namun akhirnya istri jugalah yang menentukan kegolputan saya Pilpres kali ini. Mending golput daripada dibully. Yang penting saya dukung apapun keputusan rakyat ---yang memilih, dan tidak berkampanye hitam. Kelak saat Prabowo terpilih, mungkin di blog ini akan terposting judul “Calon Istri Pilihan Presiden”, jika Jokowi terpilih akan terposting “Calon Pilihan Istri Presiden”.Entahlah.

Monday, June 2, 2014

Model Rambut Ala Kadarnya


Seluruh pasang mata (mungkin) tertuju pada saya saat membuka pintu kelas, sejurus kemudian seisi kelas gaduh dengan tawa, senyum, dan bisik-bisik yang berisik. Saya ge er, berasumsi jika kegaduhan tersebut berpenyebab saya yang baru masuk kelas. Tapi gegara apa? Pasti ada yang salah atau terlewat benar dari tindak tanduk saya. Mungkin karena saya terlambat masuk kelas padahal hari itu ujian final, sekonyong-konyong langsung pula mengambil shaf terdepan padahal kebiasaan saya duduk paling belakang. Mungkin tawa itu untuk saya yang jadi tertuduh sudah belajar dengan keras untuk ujian hari itu, dan itu tampak aneh menjurus lucu di mata seisi kelas. Ataukah tawa itu karena perawakan baru kepala saya dengan model rambut ala kadarnya? Sepertinya yang terakhir itu penyebabnya.

Beberapa hari sebelumnya rambut kepala saya memang dicukur, di sebuah tempat rekomendasi istri saya.  Istri saya sudah muak melihat rambut saya yang acak-acakan, tak beraturan, tak ada gagahnya sama sekali. Masalahnya kemudian, mencukur rambut adalah perkara rumit bagi saya. Saya akui, wajah pas-pasan ini tak akan terdongkrak menjadi sedikit tampan dengan model rambut bagaimanapun. Malah, saya khawatir aura wajah ini akan pudar seiring mencukur rambut. Sangat sulit menjelaskan model rambut keinginan saya pada tukang cukur, ribet dan saya yakin mereka tak akan mengerti. Makanya setiap kali mencukur rambut, saya katakan "dirapikan saja!" dengan "cukur rata nomor 4, tanpa dikikis". Saya sudah pengalaman dengan mengkikis habis rambut di atas telinga yang memang rapi namun tak cocok dengan raut wajah saya yang sedikit menebal di daerah pipi. Ketembeman pipi saya memuncak saat area atas telinga dikikis yang membuat wajah saya semakin jelek. Tapi hari itu entah setan apa yang merasuki. Saya pasrah saja saat tukang cukur mengkikis habis rambut di atas telinga. Memang tempat cukur terakhir adalah salon wanita, maksud hati menemani si kecil potong rambut, apalah daya saya terjerumus juga.


Kembali ke kelas, seorang teman menegur dengan tatapan hina. "Rambutmu bagus, seperti rambutnya Danny Wellbeck," katanya. Saya terdiam, mencoba tenang dan mengontrol diri sambil mengeluarkan kalimat rasis "tapi dia lebih hi**m!". Belakangan, saya paham mengapa model rambut seperti ini jadi bahan pemancing tawa. Jawabannya muncul saat saya berfoto bareng burung kakatua jambul hitam di Gowa Discovery Park kemarin. Lebih baik mirip Wellbeck daripada mirip kakatua.  

Wisata Gowa Discovery Park



Akhir pekan kemarin dihabiskan di Gowa Discovery Park (GDP). GDP terletak di Desa Sapiria, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. GDP mulai dibangun pada tahun 2010. Pembangunannya menjadi polemik karena berada di dalam kawasan budaya Benteng Somba Opu, benteng kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan yang kondisinya sekarang hancur parah. Pada zaman kerajaan dulu, di dalam benteng seluas 113.590 meter persegi tersebut terdapat istana raja, rumah kaum bangsawan, pembesar dan pegawai-pegawai kerajaan yang dikelilingi tembok. Belakangan, pada awal tahun 90-an di dalam kompleks benteng dibangun berbagai rumah adat dari berbagai suku yang ada di seluruh Sulawesi Selatan, sehingga kawasan budaya Somba Opu menjadi miniatur Sulawesi Selatan. Ingatan saya masih samar ketika pertama kali diajak Bapak ke tempat ini. Peresmian rumah-rumah adat di dalam kawasan Benteng Somba Opu tumpah ruah oleh ribuan pengunjung. Belum ada mall saat itu. Pernah juga saya kesini saat SMA jadi asisten juru ukur tanah di sepanjang sungai, diajak almarhum pak Eko, lumayan honornya. Seiring waktu, kawasan ini mulai sepi pengunjung. Rumah adat sudah tidak terawat, rusak disana-sini. Mahasiswa memanfaatkannya untuk berkegiatan, Rapat Kerja salah satunya, tempat ini sewanya murah dan jauh dari keramaian, sangat pas menyelenggarakan rapat kerja. Tak ada angkutan umum masuk ke sini. Tapi itu dulu, sekarang polemik seputar pembangunan Gowa Discovery Park tidak ada kabarnya lagi, dan GDP berdiri megah di dalam kawasan budaya Somba Opu. 

Gowa Discovery Park seperti wahana waterboom kebanyakan, namun GDP mempunyai fasilitas tambahan, Kebun binatang mini dan area outbound. Harga tiket masuk lumayan terjangkau, Rp. 65 ribu untuk waterboom plus kebun binatang mini. Paket lengkap dengan tree top outbound Rp 100 ribu. Kemarin kami yang paket waterboom dan bonbin mini saja, karena memang tujuan kami hanya main air dan melihat-lihat sambil foto-foto binatang. Maklum, main air di waterboom adalah kemewahan tersendiri bagi kami, jauh lebih nikmat ketimbang seharian tawaf di mall.

Masuk area GDP, kami disambut loket tiket dan pemeriksaan tas di pintu masuk yang sangat ketat, seperti pemeriksaan tas di bandara dan bioskop. Haram membawa makanan dan minuman dari luar. Setelahnya, mata kemudian tertuju pada desain GDP, suasana Bali sangat terasa dengan kain kotak-kotak, payung dan sebuah patung khas Bali. Alunan musik pengiring pun bertema Bali. Saya mbatin, ini saya berada di Gowa atau di Bali? Mungkin pemilik GDP adalah orang Bali. Suasana ini jadi sangat kontras dengan waterboom lain yang lebih dahulu kesohor di tanah Makassar, Bugis Waterpark yang penamaan wahana dan suasananya sangat khas adat Bugis. Sepanjang penglihatan saya, ada 4 kolam renang besar dengan ragam permainan di GDP. Karena kesiangan, kami tunda main airnya. Mengisi perut dulu dengan nasi goreng dan minuman ala kadarnya yang dibeli di dalam area GDP. Lumayan, porsi nasi gorengnya sedikit, porsi diet. Setelah menyewa gazebo untuk berlindung dari terik matahari, kami ke taman burung yang berada di bagian belakang GDP. Terus terang, ini yang paling menarik. Untuk kali pertama saya melihat monyet Sulawesi, burung kasuari, dan burung elang secara langsung. Saya pun sempat berfoto bareng burung kakak tua yang dipandu oleh pemandu yang ramah. Setelah puas berkeliling taman burung, sisa waktu dihabiskan di kolam renang, termasuk mencoba seluncuran tinggi. Setelahnya, kami pulang membawa lelah plus bahagia, meninggalkan kisah pilu Benteng Somba Opu yang terlupakan.