Tuesday, November 29, 2016

Final impian Chapecoense




Kisah Cinderella di dunia sepakbola yang berakhir tragis

Pernah dengar nama Chapecoense? Saya yakin 9 dari 10 orang fans Manchester United tidak tahu. Mungkin nama Nottingham Forest lebih familiar terdengar. Saya adalah satu dari 9 orang tersebut. Mengetik ejaan namanya saja saya mesti latihan beberapa menit disertai bolak balik tab browser.

Ketidak tahuan tersebut berakhir sekarang, kemarin sih masih samar-samar setelah baca running text di tv tentang kabar kecelakaan pesawat yang mengangkut satu tim sepakbola. Awalnya saya bergeming, namun dengan massif diberitakan di medsos perihal klub sepakbola yang baru saya tahu ini, Chapecoense.





Associação Chapecoense de Futebol disingkat Chapecoense didirikan pada tahun 1973. Chapecoense berbasis di kota Chapeco, Negara Bagian Santa Catarina di selatan Brasil, sekitar 450 km dari Porto Alegre.

Klub ini berlaga di divisi paling bawah Brazil rendah sejak tahun 1979, dan terus naik divisi hingga serie A Brasil pada tahun 2014. Berada pada kasta teratas liga sepakbola Brasil bukanlah prestasi kecil untuk sebuah klub kecil. Bayangkan jika mereka bersua dengan klub terkenal macam Corinthians dan Santos. Dibayangan kita pasti klub semenjana ini dibantai habis. Tapi tidak! Mereka bahkan meraih juara di tahun pertama promosi mereka! Lebih hebat dari Leicester City di Inggris yang sudah membuat keajaiban dengan juara Liga Primer Inggris di tahun kedua promosi mereka.

Chapecoense kemudian akhirnya terbang ke Kolombia, akan bertanding Leg pertama Final Copa Sudamericana (setara Liga Champions Eropa). Apalah daya, Tuhan berkata lain, pesawat yang mereka tumpangi jatuh. Berita terakhir dari 81 penumpang hanya 5 yang selamat.

Saya kemudian membayangkan beberapa skenario yang mungkin sama dengan kisah klub Chapecoense yang tragis ini.

Leicester City, juara Liga Inggris bermain di Liga Champions akhirnya menembus Final. Sesaat sebelum pesawat mendarat, pesawat jatuh dan meledak, semua penumpang tewas. Final Liga Champions yang tinggal impian. Bagaimana tidak, lolos dari fase grup saja merupakan rekor dan pencapaian fantastis Leicester City.

Cinderella setelah ditemukan pangeran impiannya akhirnya berencana melangsungkan pernikahan. Namun sebelum acara akad nikah, kereta yang ditumpangi Cinderella menabrak pohon dan jatuh ke jurang. Cinderella mati.

Saya yang dari rakyat jelata ini dipinang parpol peraih suara terbanyak untuk jadi presiden. Saya akhirnya memenangi pilpres satu putaran. Jelang pelantikan, saya bertolak ke Jakarta naik pesawat. Pesawat jatuh, saya dan keluarga tewas.

Ah sudahlah.. saya jadi sedih membayangkan ketragisan ini. Semoga tidak terjadi tragedi-tragedi memilukan yang lain khususnya yang melibatkan kecelakaan pesawat dan transportasi secara umum.

Konon Atletico National klub Kolombia lawan Chapecoense di Final Copa Sudamericana mengusulkan memberikan gelar juara bagi Chapecoense. Respect saya. Impian itu terwujud, semoga seluruh anggota tim yang tewas merasakan gelar juara ini disana. Damai untuk kita semua.

Thursday, November 24, 2016

Nyasar


Banyak jalan menuju Roma, kalau nyasar? putar balik!

Motor saya tepikan, kemudian mematikan mesin. Tanpa tengok sekeliling, saya kemudian mengambil ponsel dalam tas. Saya khawatir jika menengok, disangka maling menyatroni seisi lorong. Dengan penuh waspada saya membuka google maps, tanpa panik. Kekhawatiran terbesar adalah ada orang gila merampas ponsel di tangan saya, atau penjahat yang menghunuskan badik di leher saya. Saya tetap tenang, berusaha mendamaikan hati.

Ya, saya sedang tersesat. Alih-alih panik dan bertanya, saya membuka google maps di ponsel. Untung masih ada paket data dan batere ponsel tidak sekarat. Fak! Dari tampilan lokasi di peta, saya nyasar jauh! Mestinya belok kanan saat 500 meter sebelumnya. Jalan ini sebenarnya pernah saya jalani, namun dari arah sebaliknya. Ini adalah jalan alternatif saat malas menembus macet di seputaran bandara Hasanuddin lama dan baru arah dari Maros ke Makassar. Jalan sebaliknya pernah saya jalani baru dua pekan sebelumnya. Namun saat itu lagi ramai, saya ikut kendaraan di depan yang mengarah ke Makassar.



Saat bingung mencari jalan, saya berusaha tidak panik. Untung-untungan mengikuti kendaraan yang ada di depan, sambil berdoa tujuannya sama dan tidak menyesatkan. Keberuntungan itu saya dapatkan dua pekan lalu saat berbingung-bingung ria mencari jalan alternatif, saat itu saya beruntung tidak kesasar. Namun pagi tadi dewi fortuna menjauh. Tak ada kendaraan lain yang berada di depan untuk diikuti. Saya sendirian! Ada sih sempat ibu-ibu naik motor di depan tapi lambat nian, dan cepat berbelok arah ke lorong dengan jalan rusak. Saya terus saja, berharap ada papan penunjuk jalan.

Namun ternyata jalan tersebut buntu! 300 an meter sebelum jalan buntu yang diujungnya ada sawah itu saya berhenti, menepikan kendaraan, dan mematikan mesin. Selain malu sama penghuni lorong yang mungkin curi-curi pandang dari atas rumah, saya tak mau dicurigai sebagai maling yang sedang menyatroni seisi lorong. Bermodalkan kecerdasan geografi dan pemetaan diatas rata-rata, saya berkesimpulan kalau jalan yang benar yang seharusnya saya lalui adalah jalan ibu-ibu tadi yang belok ke jalan rusak! Malu bertanya sesat di jalan! Ternyata (lagi) jalan yang saya pilih berbeda dengan jalan dua pekan lalu. Jalan yang ini rusak parah, berlubang, becek, jauh.

Hikmahnya? Saya tahu banyak jalan alternatif Maros-Makassar bila kemacetan bandara lagi lucu-lucunya.

☆☆☆

Tiga pasang mata menatap dengan heran penuh sinis, melihat saya yang dengan pedenya melintasi lorong buntu. Saya malu sendiri, ternyata jalan alternatif yang saya impikan memotong jalur kantor ke rumah sakit adalah buntu. Padahal logika saya mengatakan kalau itu adalah jalan yang benar. Saya menyerah, memutar kembali arah motor, daripada masuk ke halaman rumah orang atau mengambil jalan sapi, mending putar balik. Tiga pasang mata itu kembali saya lalui, mata ibu-ibu penggosip yang seakan memaki saya yang sok tahu. Mungkin ibu-ibu ini berharap saya singgah dan bertanya, sekalian kenalan. Tidak lah yaw! Mending nyasar daripada bertanya, panjang persoalan!

Kali ini saya tidak bertanya pada google maps, kebetulan jalan alternatif ditutup untuk perbaikan jalan. Salah saya sendiri mencari jalan alternatifnya jalan alternatif. Saya lewat jalan default saja, jalan raya yang panas bising dan berisiko kena tilang. Sepulang dari rumah sakit, saya nekad mencari jalan alternatifnya jalan alternatif. Beruntung, ada motor lain yang saya ikuti. Benar saja, sebelum plang penutupan jalan alternatif, ternyata ada belokan kiri yang samar-samar, dipinggir jalan ditanami pisang. Tampak dari jauh bukan jalanan, tapi kebun. Namun saat mendekat, jalan kecil yang tembus di dekat tiga pasang mata ibu-ibu tadi. Dari kejauhan saya melihat mereka masih bergosip, mereka sepertinya melihat saya. Dalam hati saya tersenyum puas, senyum kemenangan berhasil menemukan jalan alternatifnya jalan alternatif.

Hikmahnya? Beranikan diri melalui jalan baru, bisa benar bisa salah, namun tak ada salahnya dicoba, sekalian pamer ketampanan pada ibu-ibu penjaga lorong.

Monday, November 21, 2016

Syukur




Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
KehadiratMu Tuhan
Dari yakinku teguh
Cinta ikhlasku penuh
Akan jasa usaha
Pahlawanku yang baka
Indonesia merdeka
Syukur aku hanjukkan
Ke bawah duli tuan
Dari yakinku teguh
Bakti ikhlasku penuh
Akan azas rukunmu
Pandu bangsa yang nyata
Indonesia merdeka
Syukur aku hanjukkan
Kehadapanmu tuan

Tuesday, November 15, 2016

Trump, next american idiot?


AMERICAN IDIOT

Don't wanna be an American idiot.
Don't want a nation under the new mania
And can you hear the sound of hysteria?
The subliminal mind fuck America.

Welcome to a new kind of tension.
All across the alienation.
Where everything isn't meant to be okay.
Television dreams of tomorrow.
We're not the ones who're meant to follow.
For that's enough to argue.

Well maybe I'm the faggot America.
I'm not a part of a redneck agenda.
Now everybody do the propaganda.
And sing along to the age of paranoia.

Welcome to a new kind of tension.
All across the alienation.
Where everything isn't meant to be okay.
Television dreams of tomorrow.
We're not the ones who're meant to follow.
For that's enough to argue.

Don't want to be an American idiot.
One nation controlled by the media.
Information age of hysteria.
It's calling out to idiot America.

Welcome to a new kind of tension.
All across the alienation.
Where everything isn't meant to be okay.
Television dreams of tomorrow.
We're not the ones who're meant to follow.
For that's enough to argue.


Trump, Next American Idiot?