Thursday, November 24, 2016

Nyasar


Banyak jalan menuju Roma, kalau nyasar? putar balik!

Motor saya tepikan, kemudian mematikan mesin. Tanpa tengok sekeliling, saya kemudian mengambil ponsel dalam tas. Saya khawatir jika menengok, disangka maling menyatroni seisi lorong. Dengan penuh waspada saya membuka google maps, tanpa panik. Kekhawatiran terbesar adalah ada orang gila merampas ponsel di tangan saya, atau penjahat yang menghunuskan badik di leher saya. Saya tetap tenang, berusaha mendamaikan hati.

Ya, saya sedang tersesat. Alih-alih panik dan bertanya, saya membuka google maps di ponsel. Untung masih ada paket data dan batere ponsel tidak sekarat. Fak! Dari tampilan lokasi di peta, saya nyasar jauh! Mestinya belok kanan saat 500 meter sebelumnya. Jalan ini sebenarnya pernah saya jalani, namun dari arah sebaliknya. Ini adalah jalan alternatif saat malas menembus macet di seputaran bandara Hasanuddin lama dan baru arah dari Maros ke Makassar. Jalan sebaliknya pernah saya jalani baru dua pekan sebelumnya. Namun saat itu lagi ramai, saya ikut kendaraan di depan yang mengarah ke Makassar.



Saat bingung mencari jalan, saya berusaha tidak panik. Untung-untungan mengikuti kendaraan yang ada di depan, sambil berdoa tujuannya sama dan tidak menyesatkan. Keberuntungan itu saya dapatkan dua pekan lalu saat berbingung-bingung ria mencari jalan alternatif, saat itu saya beruntung tidak kesasar. Namun pagi tadi dewi fortuna menjauh. Tak ada kendaraan lain yang berada di depan untuk diikuti. Saya sendirian! Ada sih sempat ibu-ibu naik motor di depan tapi lambat nian, dan cepat berbelok arah ke lorong dengan jalan rusak. Saya terus saja, berharap ada papan penunjuk jalan.

Namun ternyata jalan tersebut buntu! 300 an meter sebelum jalan buntu yang diujungnya ada sawah itu saya berhenti, menepikan kendaraan, dan mematikan mesin. Selain malu sama penghuni lorong yang mungkin curi-curi pandang dari atas rumah, saya tak mau dicurigai sebagai maling yang sedang menyatroni seisi lorong. Bermodalkan kecerdasan geografi dan pemetaan diatas rata-rata, saya berkesimpulan kalau jalan yang benar yang seharusnya saya lalui adalah jalan ibu-ibu tadi yang belok ke jalan rusak! Malu bertanya sesat di jalan! Ternyata (lagi) jalan yang saya pilih berbeda dengan jalan dua pekan lalu. Jalan yang ini rusak parah, berlubang, becek, jauh.

Hikmahnya? Saya tahu banyak jalan alternatif Maros-Makassar bila kemacetan bandara lagi lucu-lucunya.

☆☆☆

Tiga pasang mata menatap dengan heran penuh sinis, melihat saya yang dengan pedenya melintasi lorong buntu. Saya malu sendiri, ternyata jalan alternatif yang saya impikan memotong jalur kantor ke rumah sakit adalah buntu. Padahal logika saya mengatakan kalau itu adalah jalan yang benar. Saya menyerah, memutar kembali arah motor, daripada masuk ke halaman rumah orang atau mengambil jalan sapi, mending putar balik. Tiga pasang mata itu kembali saya lalui, mata ibu-ibu penggosip yang seakan memaki saya yang sok tahu. Mungkin ibu-ibu ini berharap saya singgah dan bertanya, sekalian kenalan. Tidak lah yaw! Mending nyasar daripada bertanya, panjang persoalan!

Kali ini saya tidak bertanya pada google maps, kebetulan jalan alternatif ditutup untuk perbaikan jalan. Salah saya sendiri mencari jalan alternatifnya jalan alternatif. Saya lewat jalan default saja, jalan raya yang panas bising dan berisiko kena tilang. Sepulang dari rumah sakit, saya nekad mencari jalan alternatifnya jalan alternatif. Beruntung, ada motor lain yang saya ikuti. Benar saja, sebelum plang penutupan jalan alternatif, ternyata ada belokan kiri yang samar-samar, dipinggir jalan ditanami pisang. Tampak dari jauh bukan jalanan, tapi kebun. Namun saat mendekat, jalan kecil yang tembus di dekat tiga pasang mata ibu-ibu tadi. Dari kejauhan saya melihat mereka masih bergosip, mereka sepertinya melihat saya. Dalam hati saya tersenyum puas, senyum kemenangan berhasil menemukan jalan alternatifnya jalan alternatif.

Hikmahnya? Beranikan diri melalui jalan baru, bisa benar bisa salah, namun tak ada salahnya dicoba, sekalian pamer ketampanan pada ibu-ibu penjaga lorong.

No comments:

Post a Comment