Monday, July 14, 2014

Quick Count Pilpres Ala Kadarnya

Hitung cepat atau quick count adalah alat untuk mengetahui hasil pemilu secara cepat dengan mengambil sampel di tempat pemungutan suara (TPS). Quick count bukan sekadar untuk tahu hasil pemilu secara cepat saja, tapi juga sebagai perbandingan dengan hasil resmi KPU (Komisi Pemilihan Umum). Dikutip dari laman Wikipedia, tujuan quick count antara lain: •menghalangi penipuan; •mendeteksi kecurangan; •menawarkan perkiraan hasil secara cepat; •menanamkan kepercayaan dalam proses pemilihan dan hasil resmi; •melaporkan pada kualitas proses •mendorong partisipasi masyarakat; •memperluas jangkauan organisasi dan membangun keterampilan; dan •mempersiapkan untuk kegiatan mendatang.

Pasca pemungutan suara Pilpres 9 Juli ini, sejumlah lembaga survei mengadakan hitung cepat. Namun, hasil hitung cepat ini ternyata berbeda-beda. Setidaknya ada 7 lembaga survei yang memprediksi Jokowi-JK menang di antaranya yakni Cyrus Network-CSIS, Lingkaran Survei Indonesia, Litbang Kompas, Populi Center, dan Indikator Politik. Sementara empat lembaga survei memprediksi Prabowo-Hatta menang yakni Jaringan Survei Indonesia (JSI), Lembaga Survei Nusantara (LSN), IRC, dan Puskaptis. Dengan hasil itu, masing-masing kubu pun mengklaim kemenangan. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sudah mendeklarasikan kemenangan bagi kubu Jokowi-JK. Di sisi lain, Prabowo sujud syukur dan berterima kasih kepada rakyat Indonesia yang sudah memilihnya sebagai presiden Indonesia selanjutnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mengumpulkan setiap kandidat capres dan cawapres agar bisa menahan diri. SBY pun sudah menginstruksikan jajaran TNI untuk siaga dalam level tertinggi dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik horizontal.

Konon, beberapa lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta berkategori abal-abal. Ini dilihat dari rekam jejaknya yang baru dibentuk dan beberapa survei sebelumnya bermasalah dan ditengarai melakukan manipulasi data. Tapi, katanya walaupun kredibel, lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK berbayar dan menjadi pendukung Jokowi-JK. Jadi yang mana yang kita percayai? Tidak ada dua kebenaran yang berbeda bukan? Karena kita adalah akademisi, kita cenderung percaya pada lembaga yang kredibel. Pada akhirnya KPU lah yang akan mengungkap kebenarannya. Peneliti boleh salah, tapi tidak boleh berbohong. Seluruh lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya hingga rakyatlah yang menghukumi kebohongannya kelak, termasuk capres-cawapresnya.

No comments:

Post a Comment