Sunday, July 10, 2016

Liburan Lebaran 2016: tak jadi Toraja, Bira pun Jadi





Liburan lebaran tak melulu diisi silaturahmi,
Jadikan liburan seru dan menyenangkan bersama keluarga...

Idul Fitri 1437 H telah berakhir. Mungkin ini liburan lebaran paling seru dan menyenangkan. Jelang liburan cuti bersama lebaran, persiapan berwisata telah direncanakan. Opsi pertama adalah Tana Toraja (Tator). Kami belum pernah kesana padahal Toraja masih se-propinsi dengan tempat tinggal kami, Sulawesi Selatan. Tator adalah salah satu destinasi favorit Sulawesi Selatan, menyedihkan rasanya kami belum pernah kesana. Namun karena beberapa pertimbangan, kami urung ke Tator. Letaknya yang lumayan jauh (8 jam perjalanan dari kota Makassar) dengan membawa balita mengurungkan niatan kami ke Toraja. Belum lagi soal penginapan dan transportasi disana seandainya kami naik bus (pun kalau bus ada berhubung suasana lebaran).

Akhirnya kami batal ke Tator, dan mengalihkan tujuan wisata "hanya" ke pantai Tanjung Bira, yang "hanya" lima jam perjalanan dari Makassar. Sebelumnya kami pernah ke Bira, beberapa tahun lalu. Bira waktu itu sudah ramai pengunjung namun dengan fasilitas yang masih seadanya. Konon sekarang sudah beda dan jauh berkembang dengan fasilitas yang lengkap. Sebenarnya saya agak kecewa karena mengalihkan tujuan wisata dari Tator ke Bira, berhubung kami sudah pernah ke Bira.



Saya lebih menilai suatu perjalanan wisata dari prosesnya, bukan semata tujuannya. Perjuangan ke tempat wisata adalah suatu proses yang tak ternilai harganya, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Bagi saya perjalanan ke Bira merupakan pengalaman pertama saya mengemudikan mobil keluar daerah yang paling jauh dan lama. Bisa anda  bayangkan bagaimana "tegang" dan melelahkannya.

Kami memberanikan diri ke Bira naik mobil matic "pinjaman", hal yang lumayan meringankan pekerjaan kaki selama perjalanan. Tepat jam 9 pagi kami meninggalkan rumah, perjalanan lumayan lancar tanpa macet padahal suasana mudik lebaran. Isi bahan bakar mobil 220 ribuan, full tangki. Beberapa kali kami singgah melepas lelah. Membeli bekal di minimarket dan sarapan Bakso Raksasa di daerah Gowa, jajan jagung rebus di daerah Takalar, dan Shalat Jumat di daerah Jeneponto.

Bermodalkan peta google kami menyusuri jalan sejak Bantaeng hingga tengah kota Bulukumba. Meskipun pernah ke Bira, kami tidak tahu jalan kesana, jalan di kota Bulukumba banyak persimpangannya. Kami menahan lapar nasi di tengah perjalanan, takut kesorean dan tak dapat penginapan di Bira. Perjalanan dari kota Bulukumba ke Bira sekitar satu jam perjalanan.




Tepat jam setengah empat sore, kami tiba di Bira. Macet parah di depan pintu masuk, tak dapat parkiran di area wisata. Beruntung kami mendapat penginapan yang sementara kosong, Bira Beach Hotel, mungkin penginapan paling kesohor dan paling awal di Bira. Penginapan ini pernah saya tempati beberapa tahun lalu. Kondisinya semakin buruk, seakan tak terawat dari luar, tapi fasilitas lumayan ber-AC dan ber-WC dengan satu tempat tidur. Beberapa tahun lalu penginapan ini bertarif 200an ribu rupiah, tahun 2016 ini sudah 450 ribu rupiah semalam. Lumayan murah dibanding tempat lain yang berfasilitas minim, selain lokasinya yang paling strategis di tepi pantai.



Ada sebuah resort elit di Bira, Hakuna Matata, resort baru yang berdiri megah di atas karang pantai Bira. Saya lupa dan tak perhatikan, sepertinya sebelum adanya resort ini, penginapan yang dikelola penduduk Bira berdiri berjejer di atas karang Bira. Kantong kami tak familiar untuk menyewa resort ini, kami hanya menikmati suasana sore dari restoran hotel yang juga lumayan mahal namun mengenyangkan.



Pemandangan pantai Bira dari atas karang resort ini sungguh menawan. Pantai Bira semakin indah dengan hamparan pasir putihnya. Saya dan si kecil sempat berendam sejenak di tepi pantai sebelum istirahay jelang malam. Suasana malam di pantai Bira lumayan meriah, dengan kios-kios buah tangan yang masih buka hingga malam, acara keluarga, hingga riuhnya suara petasan. Saya lelah bawa mobil, segera terlelap begitu ketemu tempat datar.




Pagi menyapa, kami berendam di tepi pantai. Ponsel dan kamera kami tinggalkan di kamar, hanya ingin bersenang-senang menikmati pantai, tak ingin diganggu gadget. Jadinya, moment main air tak terabadikan lewat foto, hanya di ingatan. Selain main air, kami naik banana boat. Tarif seratus ribu sekali main. Kami naik hanya bertiga, dua anak-anak kami tinggalkan sebentar main pasir. Kami selesai main air jam 9an, bersiap cekout kamar dan ke destinasi selanjutnya, pantai Apparalang.


No comments:

Post a Comment