Monday, February 3, 2014

Mie Naga: Antara Lidah dan Toilet

 

Beberapa hari ini, Bunda Khalila penasaran sama Mie Naga. Konon, rasa pedasnya sensasional, yang mana sang Bunda memang tergila-gila dengan yang namanya kuliner pedas. 

Mie Naga namanya. Mungkin Naga sebagai simbol pedas mahadahsyat --bukan aromanya,   makanya diberi nama Mie Naga --bukan bau Naga. Entah ini adalah kuliner ciptaan masyarakat Makassar atau import dari daerah lain, yang pastinya warung pusatnya ada di daerah perumahan BTP blok L Makassar (sebelumnya disamping Risoles Ganas BTP). Mempunyai beberapa cabang --entah resmi atau abal-abal-- setahu saya di Batua dan Sudiang. Memang yang dijual "hanyalah" makanan yang sangat umum, mie goreng. Namun keunikannya membuat orang tergila-gila. Yang unik dari Mie Naga adalah sensasi pedasnya. Si empunya kuliner membaginya dalam beberapa tingkatan pedas, dari level 1 hingga 10 (sebelumnya hanya level 1 sampai 5). Selain itu mempunyai promosi yang unik, mulai dari promosi khasiat makanan pedas hingga memberi gratisan bagi ibu hamil diatas 7 bulan. Waktu buka warungnya pun tidak 24 jam. Warung hanya buka mulai sore sekitar jam 5 hingga malam. Harganya relatif murah, mulai Rp 10 ribu, tergantung level pedasnya. Konon kebanyakan pelanggannya memesan untuk dibawa pulang karena malu-malu makan di warungnya, malu-malu dilihat kepedisan oleh pengunjung lain dengan beragam gaya, mulai hirup-hirup angin hingga menangis Cina.

Kemarin, sempat ke warungnya di BTP. Niatannya Mie Naga dibungkus bawa pulang buat Istri. Namun ternyata antriannya panjang, parkiran motor di depan warung menumpuk walaupun masih tersedia beberapa kursi kosong dalam warung. Kata tukang catat pesanannya, jika sabar menunggu saya mesti antri selama paling cepat setengah jam. Keburu lapar, niat mencicipi Mie Naga saya tunda dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. 

Akhirnya niat mencoba Mie Naga kesampaian hari ini. Ada teman Istri saya yang bersedia dimintai tolong memesankan Mie Naga, sekalian merayakan ulang tahun Istri secara kecil-kecilan di rumah. Kami pesan tiga porsi, level 3, 5, dan 7. Mie Naga dipesankan jam 6 sore, saya pun datang mengambil pesanan satu jam setelahnya. 

Istri saya pastinya mencoba level 7, berharap ada sensasi pedas yang berbeda dari pedas-pedas sebelumnya. Komentarnya? Awalnya biasa saja, tidak terlalu pedas dan tidak sesuai harapan. Namun setelah setengah porsi, rasa pedas mulai berefek, bukan hanya di lidah tapi bibir dan kerongkongan pun merasakannya. Saya sendiri mencoba yang level 5, yang level 3 cadangan saja siapa tahu jatuh lapar nantinya. Level 5 habis, saya menggeliat bagai ular kepanasan, keringat mengucur dan mata memerah. Pedas berhasil ternetralisir dengan es teh manis. Belum puas, saya embat level 3 hingga tak bersisa. Total ada 2 porsi Mie Naga yang berkecamuk dalam perut dengan total pedas Level 8. Kekenyangan plus kepedasan. Beberapa jam kemudian, saya bolak-balik toilet. Ternyata efek pedas sampai ke urusan toilet. Istri saya malah tidur dengan pulasnya. Eh, selamat ulang tahun buat istriku tercinta, maaf tak ada kue ulang tahun, kuenya diganti Mie Naga.

3 comments:

  1. saya di bawakan mie naga oleh teman katanya level 15 tapi rasa pedasx dimulut cuma sambil lalu rasanya seperti makan cabe 2 biji bahkan setelah makan saya tak minum sama sekali keringat juga tidak???ya gmna donk,,,,,,,,,,,,,,,,

    ReplyDelete
  2. hari ini buka gak??soalnya istriku lagi ngidam...dari semalam mau makan mi naga,gak mau makan lain....buka siang ini kan?

    ReplyDelete