Wednesday, December 9, 2015

Emas-emasan Bung Karno dan Mungkin Kita yang Tertipu



Seumur-umur saya baru pegang emas batangan, entah asli atau palsu...

Dengan sedikit ragu, Bang Ikhlas (BI, seorang teman, sebut saja namanya begitu) memberitahu kalau dia punya emas batangan. Mungkin awalnya BI ragu memberitahukan ke saya perihal tersebut, khawatir saya mencibir tak percaya. Mungkin juga BI khawatir rahasianya tersebut saya bocorkan ke orang-orang, dan kelak jadilah BI korban perampokan. Ah, saya kesampingkan dulu keraguan-keraguan tersebut. Intinya, BI punya emas batangan. BI memberitahu saya, mungkin berharap saya punya second opinion akan diapakan emas tersebut. Kata BI, emas tersebut diberikan oleh mendiang ayahnya. Konon emas tersebut diperoleh dengan cara memberi "mahar" dengan jumlah uang tertentu, sekitar satu jutaan per batangnya yang mana dulu jumlahnya tak bisa dibilang sedikit. Entah diperoleh dari orang lain atau diperoleh dengan cara "gaib". Saya penasaran dan minta dibawakan emas tersebut, sekedar dilirik-lirik, kalau bisa diuji keasliannya.

Selain diperoleh dengan memaharkan, pesan terakhir ayah BI tentang emas batangan tersebut semakin mengusik batin dan logika kami. Pesan terakhir tersbut adalah agar BI tidak membelanjakannya. Logikanya kalau tidak untuk dibelanjakan, lalu emas ini mau diapakan? BI mulai tak sanggup menjaga pesan terakhir sang ayah, dan untuk mengetahui emas ini bisa dibelanjakan atau tidak mesti lewat uji kemurnian emas.

Emas batangan yang dimaksud hadir keesokan harinya, setengah kilogram emas batangan bercetak khusus. Konon itu hanya "sampel", yang artinya masih banyak emas batangan serupa yang BI simpan di rumahnya. Saya takjub, nyaris tak percaya. Kalau memang benar itu emas murni maka hari itu adalah kali pertama saya memegang emas batangan. BI bilang dirumahnya masih banyak emas batangan, kalau disatukan saya tak akan sanggup mengangkatnya, saking banyaknya!

Teksturnya halus, keras, dan berat. Sebagai orang awam tentang emas, saya tak berani berspekulasi itu emas asli atau palsu. Emas BI ini juga tak bersertifikat yang bisa menandakan keaslian emas tersebut. Saya lalu mencari tahu lewat om google cara membedakan emas asli atau palsu. Konon emas asli mudah membedakannya dengan kuningan.

Kuningan berbau amis jika digosokkan dengan tangan, beda dengan emas murni yang relatif tidak berbau. Emas batangan BI setelah tes gosok tidak berbau amis. Selanjutnya dengan cara menggores. Goreskanlah emas tersebut di kertas putih, emas murni tidak meninggalkan goresan, dan kuningan atau logam lainnya (sebagaimana uang koin) akan meninggalkan goresan hitam. Emas batangan BI setelah tes gores tidak meninggalkan goresan.

Tanda lainnya dengan cara menggigit. Gigit emas tersebut, kalau ada bekas gigitan berarti itu emas asli. Kemudian emas BI saya gigit dengan keras, dan gigi saya serasa mau rontok. Saya mulai ragu kalau emas BI bukan emas asli.

Kami pun berembuk, mau diapakan emas batangan ini. Keputusannya, potong emas tersebut bagian ujungnya dengan gergaji besi. Bagian ujungnya saja tersebut yang dibawa ke tukang emas atau pegadaian untuk di tes keasliannya. Sembari BI memotong emasnya, saya cari-cari di internet ikhwal emas batangan ini. Ada banyak versi mulai harta warisan revolusi Bung Karno hingga perolehannya dengan cara gaib.

Konon Bung Karno, Presiden pertama Republik ini punya harta cadangan berupa emas dan semacamnya. Beliau menyimpannya untuk dipergunakan kelak bagi kemakmuran rakyat negeri ini. Perihal tempat harta ini ada dua garis besar versi.

Pertama, harta ini beliau simpan di suatu tempat yang hanya satu orang saja yang mengetahuinya, semacam juru kunci. Untuk menjaga rahasia ini, orang kedua, ketiga, dan seterusnya yang mengetahui perihal lokasi harta ini akan mati. Tontonlah film "Kala" yang disutradai Joko Anwar untuk mengetahui cerita persisnya.

Kedua, harta ini beliau wariskan kepada "orang-orang pilihan". Harta ini baru boleh digunakan saat negeri ini jatuh perekonomiannya, sejatuh-jatuhnya. Makanya muncullah orang-orang yang mengaku mempunyai harta bung Karno ini. Ada di daerah Jawa, ada juga di daerah Sulawesi, dan wilayah nusantara lainnya. Kebanyakan orang-rang yang mengaku ini adalah mantan tentara. Mungkin ayah BI (yang seorang mantan tentara) adalah salah satunya, itu anggapan awal saya. Selain itu, pengakuan BI yang mempunyai emas batangan bercorak Bung Karno semakin menguatkan anggapan saya.

Selain terkait harta Bung Karno, konon emas batangan ini juga terkait alam gaib. Ada beberapa "pengakuan" kalau seseorang mendapatkan emas secara tiba-tiba, seolah-olah jatuh dari langit, atau dibawa dari alam mimpi. Pengakuan ini pernah terjadi di daerah Jeneponto Sulawesi Selatan oleh seseorang yang mengaku mendapatkan emas di malam Lailatul Qadar. Setelah dihitung, harta berupa emas batangan tersebut bernilai 35 Trilyun! Wowww!! Mungkin senilai bagi hasil PT Freeport bagi bangsa ini. Berita ini sempat heboh, namun entah bagaimana kabarnya sekarang ini.

Ada juga kisah di daerah Jawa yang mendapatkan sepeti emas batangan di tepi pantai oleh seseorang. Setelah di tes ternyata emas batangan tersebut hanyalah kuningan sari. Kemudian emas-emasan ini diamankan polisi, diduga adalah properti praktik perdukunan dengan modus penggandaan harta.

Emas batangan BI sudah terpotong bagian ujungnya. Warna bagian dalam tetap kuning emas, bukan logam lainnya. Namun teksturnya sangat keras, beda dengan emas yang sangat lembek. Saking keras dan tajamnya, potongan emas batangan ini bisa ditanjapkan di meja kayu.
  



Saya mbatin, seandainya ini emas murni mungkin BI sudah jadi orang kaya baru dan saya kecipratan persenannya. Minimal beberapa gram sudah BI siapkan untuk saya, lumayan. Tapi mimpi itu tidak jadi kenyataan. Yang saya sayangkan adalah almarhum ayah BI, mungkin beliau tertipu telah membeli (dengan jalan memaharkan) emas batangan palsu dari praktik perdukunan, entahlah. Ataukah sebenarnya ini emas asli, namun karena kami melanggar pesan almarhum ayah BI makanya berubah jadi kuningan, entahlah. Semoga emas-emasan ini bisa dimanfaatkan, tidak selamanya jadi harta karun tak jelas.

Emas-emasan Bung Karno, paccena mamo!

6 comments: